Diduga Selewengkan Dana Desa dan Serobot Lahan Warisan, Pangulu Silakkidir Terancam Pidana Berat

Simalungun | Radarkriminaltv.com – Aroma korupsi dan penyerobotan tanah kembali menyeruak dari jantung pemerintahan desa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Sosok Heplin Marpaung, Pangulu (Kepala Desa) Silakkidir, Kecamatan Huta Bayu Raja, kini menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan kuat penyalahgunaan dana desa dan penguasaan ilegal atas lahan warisan milik keluarga bangsawan lokal.

Transparansi Anggaran Dipertanyakan: Potensi Mark-Up dan Kegiatan Fiktif

Berdasarkan dokumen realisasi anggaran Dana Desa tahun 2024 yang diperoleh redaksi, Desa Silakkidir mengelola pagu dana sebesar Rp961.370.000, dengan dua tahap penyaluran yakni:

Tahap I: Rp491.021.000 (51,08%)
Tahap II: Rp470.349.000 (48,92%)

Namun, sejumlah pos anggaran dinilai janggal, tidak masuk akal, bahkan terindikasi mark-up atau fiktif. Berikut temuan-temuan yang mengundang kecurigaan:

Tiga entri berbeda untuk “Pemutakhiran Profil Desa” dengan total Rp18.963.000, tanpa bukti kerja nyata atau output yang terverifikasi.

Lima kali kegiatan Posyandu dengan total anggaran Rp185.968.565, namun pelaksanaan di lapangan minim pengawasan dan indikator capaian tidak jelas.

Pengadaan jaringan komunikasi desa senilai Rp21.500.000 yang tidak ditemukan bukti fisiknya di lokasi.

Tiga pelatihan berbeda (hukum, kesehatan, kepemudaan) masing-masing Rp7.500.000, tanpa dokumentasi kegiatan atau peserta.

Kondisi ini memicu kemarahan warga. Mereka mendesak agar PPID dan APIP, bersama aparat kepolisian dan kejaksaan, segera melakukan audit terbuka sesuai mandat UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, untuk menghindari pemborosan dan kebocoran uang negara.

Skandal Lahan Warisan: Lahan Keturunan Raja Simalungun Diduga Dikuasai Secara Ilegal

Lebih serius lagi, Pangulu Heplin Marpaung dituding sebagai dalang penyerobotan lahan ratusan hektare yang merupakan hak waris keluarga Jumigan Sinaga, salah satu dari tiga ahli waris sah keturunan Raja Tanah Jawa Simalungun yang masih hidup.

Laporan warga dan bukti pengakuan ahli waris menunjukkan bahwa Pangulu menggunakan kewenangannya untuk:

Menguasai lahan secara tanpa hak.
Menarik setoran uang dari warga yang memakai lahan tersebut.

Menyewakan lahan dengan tarif mencapai ratusan juta rupiah per musim.
Tindakan ini terindikasi melanggar:

Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan lahan, dengan ancaman penjara hingga 4 tahun.

UU No. 51/Prp/1960, yang mengatur penggunaan tanah tanpa izin sah dari pemilik.

“Kami sudah kumpulkan bukti surat tanah dan saksi hidup. Kami siap membawa kasus ini ke jalur hukum, baik pidana maupun perdata, untuk merebut kembali hak kami yang sah,” tegas Jumigan Sinaga kepada C News.

Pangulu Bungkam, Wartawan Dihalangi

Upaya konfirmasi ke kantor Pangulu Silakkidir berakhir sia-sia. Heplin Marpaung tidak berada di tempat, dan panggilan serta pesan WhatsApp dari wartawan tak dijawab. Sikap tertutup ini mempertegas kesan adanya upaya menghindari pengawasan publik dan mengaburkan jejak pelanggaran.

Tanda-Tanda Pembiaran oleh Oknum di Atasnya

Kekhawatiran publik bertambah setelah muncul indikasi bahwa ada oknum di tingkat kecamatan yang diduga melindungi Pangulu dari jerat hukum. Jika tidak ditangani dengan serius, kasus ini berpotensi:

Merusak kepercayaan publik terhadap pemerintahan desa.
Menimbulkan konflik agraria dan sosial berkepanjangan.
Melemahkan penegakan hukum di tingkat lokal.

Awak media akan terus melakukan penelusuran dan membuka ruang bagi semua pihak, termasuk pemerintah kabupaten, inspektorat, dan aparat penegak hukum, untuk menanggapi dan menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan adil.

Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *